ERATHOSTENES, DARI YUNANI KE ALEXANDRIA

Kita semua hidup di atas permukaan bumi, tapi tahukah kita berapa keliling bumi kita ini?

Ketika pertanyaan itu saya ajukan kepada mahasiswa semester I di kelas, sebagian besar hanya menatap saya dengan bengong (halah, mahasiswa kok bengong!). Beberapa bergumam tak pasti. Ketika saya tanyakan lagi, apakah mereka ingin tahu bagaimaa cara Erathostenes mengukur keliling bumi pada tahun 220 SM (Sebelum Masehi), serempak mereka menjawab “Mauuu!!” kayak anak TK ditawarin permen ….. aha!

Erathostenes adalah salah satu murid besar Archimedes (silahkan baca Archimedes, Eureka …!! , ini tulisan yang saya jamin menarik … hehe ). Erathostenes adalah orang yang serba bisa. Ia belajar segala hal mulai dari geografi sampai komedi.Dia juga menggambarkan tabel kronologis sejarah Yunani pertama tanpa memasukkan mitos apa pun (hal yang sangat langka, mengingat pada masa itu Yunani sangat kental dengan mitos dewa-dewa). Erathostenes menyatakan bahwa sejarah Yunani dimulai dengan kejatuhan Troya, yang dengan pasti ia hitung pada tahun 1184 SM (monggo baca Troy, Legenda Helen dan Kuda Troya , postingan ini sudah di-klik lebih dari 400 kali, artinya cukup menarik, gitu lho … halah!)

Skema bumi dan cara pengukuran keliling bumi oleh Erathostenes (warna bumi kok oranye ya … ?)

Erathostenes mengembangkan metode pengukuran keliling bumi setelah banyak membaca hasil pemikiran para filosof pendahulunya. Pada suatu saat ia mengamati, bahwa pada tanggal 21 Juni ketika matahari berada pada ‘titik balik utara’ (Tropico de Cancer) yang letaknya pada 23,5 derajad Lintang Utara, semua sumur di Siena (sekarang disebut Aswan, sebuah tempat di tepi sungai Nil, Mesir) memantulkan cahaya matahari pada permukaan air. Artinya, matahari benar-benar tegak lurus di atas kepala. Sementara itu di Alexandria, pada saat yang sama, tugu-tugu membentuk bayangan, yang berarti matahari tidak tegak lurus di atas kepala. Fenomena ini membuat Erathostenes yakin bahwa bumi berbentuk bulat (pada saat itu masih kuat anggapan bahwa bumi berbentuk datar seperti meja).

Dengan pemahaman geometri dan matematika, Erathostenes kemudian menghitung keliling bumi. Dia mengukur sudut bayangan tugu yang terbentuk di Alexandria, yang ia peroleh sebesar 7,2 derajad (beberapa literatur menyebutkan 7,5 derajad). Jarak antara Siena dan Alexandria ia perkirakan adalah 5.000 stadia. Stadia adalah ukuran panjang arena olah raga yang dipakai oleh masyarakat Yunani pada waktu itu (Yunani adalah pencetus Olimpiade) dimana 1 stadia = sekitar 185 meter. Darimana Erathostenes tahu bahwa jarak Alexandria - Siena adalah 5.000 stadia? Jarak itu ditempuh oleh kereta kafilah yang ditarik onta selama 50 hari, dimana dalam satu hari onta-onta tersebut menempuh jarak 100 stadia. Dengan demikian jarak Alexandria - Siena adalah sekitar 800 km.

Sudut yang dibentuk oleh bayangan tugu di Alexandria besarnya sama dengan sudut di pusat bumi (lihat gambar bumi di atas). Dengan perbandingan geometri antara sudut dan jarak, dimana sudut yang dibentuk di Alexandria dibanding dengan sudut lingkaran di pusat bumi (360 derajad) sama dengan jarak Alexandria - Siena dibanding keliling bumi, maka diperoleh bahwa keliling bumi adalah sebesar 44.000 km (beberapa literatur memberikan angka yang sedikit berbeda). Hasil pengukuran ini berselisih sekitar 15% terhadap hasil pengukuran keliling bumi saat ini. Namun demikian, apa yang telah dilakukan Erathostenes merupakan penemuan yang spektakuler untuk masa itu, mengingat peralatan yang dipakainya sangat sederhana, dan dilakukan 2.200 tahun yang lalu.

Erathostenes

Siapakah sebenarnya Erathostenes? Ia dilahirkan di Syrene pada tahun 275 SM. Ia seorang yang sangat suka belajar. Dia lah yang menemukan kata “filologis”, yang berarti ‘orang yang suka belajar’, yang ia gunakan untuk menggambarkan dirinya sendiri. Ia menuntut ilmu di Alexandria yang menjadi pusat ilmu pengetahuan dunia (pada saat itu Eropa dan Amerika belum memiliki peradaban) dan Athena, Yunani. Selanjutnya, ia banyak menghabiskan hidupnya di Alexandria, Mesir. Ia menjabat sebagai Kepala Perpustakaan Alexandria pada 236 SM, dan diperkirakan hidup hingga usia 80 tahun, hal yang menakjubkan pada zamannya karena pada masa itu usia manusia tidak terlalu panjang. Yang menyedihkan, sejak tahun 195 ia menderita kebutaan. Keadaan ini membuatnya sedih dan malu, sehingga ia mogok makan dan akhirnya meninggal pada tahun 194 SM ……

Perpustakaan Alexandria sendiri adalah perpustakaan pertama di dunia, dan hingga kini menjadi salah satu perpustakaan terbesar di dunia. Perpustakaan ini diperkirakan dibangun tiga abad sebelum Masehi (300 SM) pada masa pemerintahan Ptolemy II di Mesir. Pada masa itu, koleksi perpustakaan belum berbentuk buku, melainkan masih dalam bentuk gulungan kertas papyrus. Raja Ptolemy II Philadelphus (309-246 SM) dikatakan memiliki 500.000 gulungan naskah tulisan. Mark Antony memberikan 200.000 naskah kepada Cleopatra sebagai hadiah perkawinan (wehehe … hebat ya? Adakah di zaman modern ini suami yang memberikan hadiah pernikahan berupa buku kepada isterinya?).

Perpustakaan Alexandria dalam lukisan kuno (Wikipedia)

Dalam sejarahnya, Perpustakaan Alexandria pernah dibakar oleh tentara Romawi ketika Romawi menaklukkan Mesir dibawah Julius Caesar pada tahun 48 BC. Atas tindakan ‘tak berbudaya’ tentaranya ini, Caesar sempat minta maaf kepada Cleopatra, Ratu Mesir pada masa itu, dan kemudian menggantinya dengan 500.000 buku yang dikirim dari Roma. Sesudah itu Perpustakaan Alexandria kembali mengalami beberapa kali penghancuran ketika Mesir dikuasai penguasa-penguasa asing. Baru pada tahun 1990-an, UNESCO bersama dengan Pemerintah Mesir membangun kembali perpustakaan pertama di dunia itu, Bibliotheca Alexandrina. Sekarang, perpustakaan Alexandria telah berdiri megah, dan menjadi salah satu perpustakaan terbesar dan termodern di dunia. Disana tersimpan jutaan buku, 500 komputer untuk mengakses literatur secara digital, dan ruang baca yang bisa menampung 1.700 orang. Di halaman depan perpustakaan dipajang patung dada Alexander The Great, sebagai penghormatan kepada pendiri kota Alexandria itu.

Perpustakaan Alexandria (Wikipedia)

Salah satu sisi Perpustakaan Alexandria, dinding lengkung dengan tulisan hyerogliph (foto : tutinonka)

Sisi lain Perpustakaan Alexandria (foto : tutinonka)

Tentang kota Alexandria, yang menjadi ibukota Mesir ketika Ratu Cleopatra berkuasa, silahkan klik di Alexandria, dari Alexander The Great Hingga Cleopatra

Erathostenes, Yunani, Mesir, Alexandria, adalah sejarah panjang ilmu pengetahuan dunia. Penemuan-penemuan ilmiah yang dihasilkan para filosof dan matematikawan pada masa itu menjadi dasar ilmu pengetahuan yang telah berkembang pesat hingga saat ini. Sungguh kita berhutang budi kepada mereka, karena dengan ilmu pengetahuanlah kita sekarang bisa memperoleh kehidupan yang lebih nyaman.

Erathostenes, Archimedes, Phytagoras, dan para matematikawan-fisikawan pada zaman itulah yang telah meletakkan dasar sains, hingga pada saat ini berkembang menjadi teknologi informasi canggih yang memungkinkan kita untuk ber’go-blog’ ria …




Most Visited:

  • Technology Tepat Guna
  • Komputer dan Internet
  • Karya ilmiah Remaja
  • Planet
  • Religi